BOJONEGORO I JWI – Pemerintahan Desa (Pemdes) Mlinjeng, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Bojonegoro – Jawa Timur, memperingari Hari Jadi berdirinya desa yang ke 552 tahun, Malam Selasa Kliwon, (14/05/2025).
Acara hari jadi dimeriahkan dengan beberapa kesenian yaitu reog dan kirab gunungan, hasil panen masyarakat desa setempat, rebana dan tari – tarian serta sandur pakeliran.
Sebelum kirab gunungan yang diawali sekira pukul 19.30 WIB dari lokasi Lumpang Kenteng (batu asli bojonegoro yang berada di pertigaan jalan desa), warga menggelar doa (tahlil) bersama di area makam mbah Joyo (krapyak). Usai doa bersama, rombongan kirab gunungan menuju balai desa sejauh 1 km.
Rombongan kirab gunungan dipimpin langsung Kades Mlinjeng, Sugiri didampingi istrinya dan diikuti jajaran perangkat desa di iringi atraksi rombongan reog, grup rebana, tari dan grup sandur pakeliran. Acara hari jadi Desa Mlinjeng mengundang banyak pengunjung dari sebagian warga setempat dan warga luar desa. Para pedagang pun mendapat berkah tersendiri dengan kemeriahan acara tersebut.
Setibanya di pendopo, Sugiri selaku Kepala Desa memberikan sambutan pembuka. Semantara jajaran Forkopimcam Sumberrejo tampak hadir dan mewakili Bupati Bojonegoro turut hadir Machmudin, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Bojonegoro.
Menurut Kades, kegiatan hari jadi ini selain memperingati perjuangan para leluhur pendiri desa juga melestarikan budaya tradisional. “Terimakasih atas dukungan segenap jajaran pemerintahan desa dan masyarakat desa. Semoga ke depan kegiatan hari jadi ini lebih meriah lagi, ” Ungkap Kades.
Sementara itu, Machmudin dalam sambutannya menyampaikan selamat hari jadi Desa Mlinjeng ke 552 tahun. Berdirinya desa ini ternyata lebih awal daripada Bojonegoro. “Semoga Desa Mlinjeng semakin baik dan menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya. Dan kalau bisa kegiatan ini tetap dilanjutkan,” Tegasnya.
Sekedar diketahui, cikal bakal berdirinya Desa Mlinjeng diawali saat Kerajaan Majapahit dibawah kekuasaan Suraprabhawa (Prabu Brawijaya IV) mengalami masa pemberontakan dari Bhre Kertabhumi. Pemberontakan tersebut mengakibatkan Prabu Brawijaya IV memindahkan pusat pemerintahan Majapahit dari Trowulan (Majapahit) ke Daha (Kediri).
Pemberontakan Bhre Kertabhumi akhirnya berhasil membuat wilayah Majapahit terpisah, dimana Daha dipisahkan dengan wilayah Kabalan yang juga dipimpin langsung oleh Prabu Brawijaya IV, sebelumnya Bhre Kabalan dijabat oleh Kusumawardhani yang selanjutnya Tanah Kabalan tersebut dikendalikan oleh Suraprabhawa saat menjabat sebagai Bhre Tumapel.
Pasokan pajak dari Kabalan terpotong karena Bhre Kertabhumi menggunakan para begal untuk memotong jalur dari Kabalan ke Daha dimana Prabu Brawijaya IV memerintah Majapahit. Hal itu membuat Raja Majapahit harus mencari pemimpin yang tangguh guna mewakili dirinya guna mengamankan Tanah Kabalan yang masih belum memiliki Bhre secara definitf.
Pada 1395 Saka atau Tahun 1473 Masehi, Prabu Brawijaya IV terkesan dengan jasa seorang Ksatria dari wilayah Surung karena berhasil mengalahkan para begal dan membawa setoran pajak ditambah hasil rampasan dari para begal yang dikalahkannya untuk Kerajaan Majapahit di Daha.
Desa Mlinjeng memang meiliki historis tersendiri. Di desa itu terdapat Lumpang Kenteng – batu asli Bojonegoro. Lumpang Kenteng bukan sekedar alat penumbuk padi, tetapi juga memiliki makna spiritual bagi penduduk Desa Mlinjeng.
Sedangkan Mbah Joyo merupakah tokoh yang dikenal sebagai pendiri Desa Mlinjeng dan Mbah Suliman merupakan tokoh yang dipercayai menjaga Lumpang Kenteng yang ada di Desa Mlinjeng. Mbah Suliman mengamanatkan kepada Mbah Joyo untuk menggunakan Lumpang Kenteng sebagai pusat ritual dan doa, khususnya upacara pertanian dan keselamatan desa.(Wan).