SIDOARJO | JWI – Perlakuan terhadap sejumlah karyawan PT Tedmonnindo Pratama Semesta belakangan menjadi sorotan yang sebelumnya kasus penahanan ijazah. Sekarang seorang karyawan yang sebelumnya menjabat sebagai sopir operasional perusahaan, secara tiba-tiba diturunkan jabatannya menjadi tukang sapu dan pemotong rumput di lingkungan pabrik. Belum cukup sampai di situ, informasi yang beredar menyebutkan bahwa karyawan tersebut akan segera dipindahkan ke luar pulau tanpa kejelasan sistem rotasi ataupun prosedur internal yang transparan.

Kebijakan ini menimbulkan pertanyaan besar. Apakah hal ini merupakan bagian dari kebijakan manajemen? Atau justru bentuk diskriminasi dan intimidasi yang dilakukan secara sistematis terhadap pekerja tertentu?
Menurut sumber internal yang enggan disebutkan namanya, perlakuan penurunan jabatan ini tidak diiringi dengan surat teguran resmi atau pelanggaran kerja yang dapat dibuktikan. Bahkan, komunikasi yang diberikan perusahaan cenderung sepihak tanpa ruang klarifikasi dari pihak pekerja.

“Awalnya saya sopir, lalu tiba-tiba diminta menjadi tukang menyapu halaman dan bersihkan rumput. Tidak ada pelanggaran, tidak ada kesalahan kerja. Sekarang saya malah dengar akan dikirim ke luar pulau. Padahal saya punya keluarga, anak istri di sini,”ungkap salah satu karyawan yang terdampak,Minggu (29/6/2025).
Langkah pemindahan kerja secara sepihak ini dinilai oleh pengamat ketenagakerjaan sebagai bentuk potensi pelanggaran terhadap prinsip keadilan industrial dan perlindungan pekerja.

“Jika tidak ada alasan objektif dan proses yang transparan, maka ini bisa dikategorikan sebagai intimidasi terselubung. Lebih jauh lagi, jika dilakukan hanya kepada karyawan tertentu, bisa mengarah pada diskriminasi struktural,” ujar Sigit Imam Basuki,ST Ketua Umum Java Corruption Watch ( JCW ).
Di sisi lain, pihak perusahaan hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait dugaan tindakan penurunan jabatan dan relokasi tersebut. Namun, para pekerja berharap ada perlindungan dan perhatian dari Dinas Tenaga Kerja setempat agar kejadian seperti ini tidak menjadi preseden buruk dalam dunia ketenagakerjaan.
Perlakuan terhadap pekerja bukan hanya soal jabatan, melainkan tentang harkat dan martabat manusia yang bekerja untuk hidup layak. Ketika pekerja kehilangan hak berbicara dan diberi tekanan secara halus, maka demokrasi di ruang kerja sedang dipertaruhkan.( sg ).