SIDOARJO | JWI — RSUD R.T. Notopuro, sebagai salah satu rumah sakit rujukan utama di Kabupaten Sidoarjo dan berstatus Rumah Sakit Umum Daerah Kelas A Pendidikan, kini menjadi sorotan publik. Perpanjangan masa jabatan Plt. Direktur yang dijabat oleh dr. Atok Irawan,Sp.P,M.Kes ,jabatan definitif sebagai Asisten Administrasi Umum menuai tanda tanya.
Diketahui, masa jabatan sebelumnya sebagai Plt. Direktur RSUD harusnya berakhir selama 3 bulan dan dapat diperpanjang lagi selama 3 bulan sesuai aturan. Namun, publik dibuat bertanya-tanya karena jabatan itu kembali diperpanjang tanpa kejelasan lebih dari 1 tahun, Dugaan bahwa penunjukan kembali dr. Atok menjadi perbincangan di berbagai kalangan, termasuk pegawai internal rumah sakit hingga pengamat kebijakan publik.
Maka patut dipertanyakan aspek legalitas dan prosedur administratifnya. Apakah ada pengangkatan yang ditandatangani oleh kepala daerah? dan disetujui oleh Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Sidoarjo, karena jabatan Plt nya terindikasi melanggar Surat Edaran dari Badan Kepegawaian Negara termasuk jabatan Plt diangkat dari unit kerja yang sama, jabatan Direktur Utama RSUD Notopuro sangat strategis karena berkaitan dengan pengelolaan keuangan RSUD, termasuk pengadaan barang dan jasa serta pengembangan pembangunan gedung baru,” ungkap Ketua Umum JCW,Sigit Imam Basuki.Rabu, (02/07/2025).
Sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), RSUD R.T. Notopuro memang memiliki fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan dan sumber daya manusia. Namun, dalam hal penunjukan pimpinan tertinggi, tetap harus mengikuti peraturan yang berlaku, terutama yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan serta PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Tak hanya soal perpanjangan jabatan, publik juga mulai menyoroti aspek keterbukaan informasi, khususnya terkait laporan kekayaan pejabat negara. Sebagai Plt. Direktur rumah sakit pemerintah, dr. Atok melaporkan LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) secara berkala kepada KPK. Transparansi ini menjadi penting untuk menghindari asumsi publik tentang potensi konflik kepentingan atau penyalahgunaan wewenang.
Sigit menambahkan, ” Sesuai data LHKPN 2024 kekayaan dr. Atok sangat fantastis yaitu sebesar Rp 15.475.639.444,- ( limabelas milyar empat ratus tujuh puluh lima juta enam ratus tiga puluh sembilan ribu empat ratus empat puluh empat rupiah) semoga jumlah kekayaan yang dilaporkan sesuai dengan fakta yang sebenarnya,” bukan hanya dr. Atok saja banyak pejabat ASN Sidoarjo sekelas Kepala bidang harta kekayaannya kemungkinan juga milyaran bahkan puluhan milyar tetapi tidak semuanya dilaporkan sesuai LHKPN, kenapa pejabat ASN Sidoarjo kekayaan nya luar biasa besar? karena mereka berada terlalu lama di zona nyaman pada jabatan nya sehingga tahu celah posisi basah, hal ini yang perlu mendapatkan perhatian dan pengawasan khusus dari seorang Kepala Daerah dan khusus nya APH,” tutup Ketua Umum JCW.
Situasi ini memunculkan harapan agar proses kepemimpinan di instansi strategis seperti RSUD dapat berlangsung secara akuntabel dan sesuai asas good governance. Apalagi, pelayanan publik di bidang kesehatan menyangkut langsung hak dasar masyarakat yang membutuhkan manajemen bersih, transparan, dan profesional.($).