SIDOARJO | JWI – Aroma penyalahgunaan kekuasaan kian tercium dari balik tembok Pendapa Delta Wibawa. Mutasi pejabat eselon II dan III yang dilakukan Bupati Sidoarjo Subandi pada Rabu (17/9/2025) kini berpotensi digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Wakil Bupati Hj. Mimik Idayana, yang sejak awal menolak keras mutasi itu, menilai kebijakan tersebut cacat prosedur, sarat kepentingan, dan melabrak aturan hukum.
“Banyak desakan masyarakat agar saya menegakkan aturan melalui PTUN. Mutasi kemarin jelas-jelas tidak sesuai mekanisme,” tegas Mimik, Sabtu (20/9/2025).
Misteri Password I-Mut dan Dugaan Intervensi Spri Bupati
Tak berhenti di soal prosedur, Wabup Mimik juga menyingkap dugaan perbuatan melawan hukum. Staf pribadi (Spri) Bupati Subandi disebut mengambil alih kewenangan pengelolaan teknologi informasi di BKD Sidoarjo dengan meminta akses dan password aplikasi Integrated Mutasi (I-Mut).
Padahal, aplikasi I-Mut adalah sistem tertutup yang menyimpan data ASN serta perencanaan mutasi jabatan. Akses sepihak oleh pihak yang tidak berwenang jelas merupakan pelanggaran serius.
“Kalau benar ada intervensi itu, ini sangat berbahaya. Artinya, kebijakan ASN dikendalikan bukan oleh lembaga resmi, melainkan orang di luar struktur pemerintahan. Ini skandal besar,” ungkap sumber internal BKD yang enggan disebut namanya.
KPK Sudah Ingatkan, Tapi Dilanggar
Mimik menegaskan, kebijakan sepihak Bupati Subandi juga bertentangan dengan arahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam Monitoring Center for Prevention (MCP) 2025, KPK telah mengingatkan bahwa mutasi ASN harus dilakukan secara transparan, terbuka, dan dapat diawasi publik untuk menutup celah praktik transaksional jabatan.

“Sudah jelas KPK mewanti-wanti agar mekanisme mutasi ASN dilakukan terbuka. Faktanya, mutasi ini diputuskan sepihak tanpa koordinasi dengan saya sebagai wakil bupati,” tegasnya.
JCW: Indikasi Penyalahgunaan Wewenang
Java Corruption Watch (JCW) turut mendukung langkah kritis Wabup Mimik. Ketua JCW, Sigit Imam Basuki, menilai mutasi yang dilakukan Bupati Subandi bertentangan dengan Permendagri Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perencanaan, Pembinaan, dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
“Mutasi ASN harus melewati tahapan, administrasi, dan substansi sesuai aturan. Mutasi kemarin menabrak semua itu. Ini indikasi kuat adanya penyalahgunaan wewenang,” tegas Sigit. Ia mengungkapkan, pihaknya sudah melayangkan laporan resmi ke Kementerian Dalam Negeri.
Hanya Bupati yang Tampil di Panggung Mutasi
Fakta lain yang memperkuat dugaan ketidakberesan adalah absennya Wabup Mimik saat pelantikan. Di panggung hanya tampak Bupati Subandi, Sekda, dan sejumlah unsur pimpinan dewan. Absennya wakil bupati menandakan keretakan serius di internal pimpinan daerah dan memicu tanda tanya publik: ada apa dengan mutasi ini?
Apalagi, mutasi yang awalnya hanya untuk mengisi jabatan kosong justru berubah menjadi perombakan besar-besaran. Diduga, ada agenda tersembunyi di balik reshuffle mendadak tersebut.
Desakan Publik: Bongkar Mafia Jabatan
Sejumlah elemen masyarakat sipil mendesak agar proses mutasi ini dibuka ke publik. Mereka menilai langkah sepihak Bupati rawan dijadikan ladang praktik jual beli jabatan, penyakit kronis birokrasi yang selama ini sulit diberantas.
“Kalau mekanisme dilanggar, transparansi hilang, dan keputusan diambil sepihak, maka pintu masuk mafia jabatan terbuka lebar. Jangan sampai Sidoarjo kembali jadi contoh buruk tata kelola ASN,” tandas Sigit.(*)