SIDOARJO | JWI – Musyawarah Desa Khusus (Musdesus) yang digelar Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Ngampelsari, Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo,Jawa Timur pada Jumat malam (10/10/2025), menuai perhatian warga.
Forum yang membahas penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) untuk program ketahanan pangan tahun anggaran 2025 itu dinilai berlangsung tertutup dan kurang transparan.

Kegiatan yang dilaksanakan di Balai Desa Ngampelsari sekitar pukul 20.00 WIB tersebut dihadiri oleh Kaur Ekonomi Kecamatan Candi, Kaur Kesra beserta perwakilan perangkat desa, Ketua RW, pendamping desa, Babinsa, dan Bhabinkamtibmas.
Namun, Kepala Desa Ngampelsari tidak tampak hadir tanpa keterangan resmi dalam forum penting itu. Padahal, posisi kepala desa merupakan ex officio Komisaris BUMDes yang memiliki peran strategis dalam pengambilan keputusan.

Sumber internal menyebutkan, ketidakhadiran kades dikaitkan dengan alasan kesehatan. Namun, beberapa pihak menilai, seharusnya kepala desa tetap hadir karena masih dianggap mampu menjalankan tugasnya.
Warga Dilarang Masuk dan Pertanyakan Transparansi
Situasi sempat memanas ketika sejumlah warga yang hendak mengikuti jalannya rapat tidak diperbolehkan masuk oleh Kaur Kesra (Modin-red).
Warga menilai langkah tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan Musdesus kali ini kurang terbuka untuk publik.

“Kami cuma ingin tahu hasilnya. Disetujui atau tidak, sampaikan saja secara terbuka. Jangan ada data yang disembunyikan,” ujar salah satu warga RT 5 RW 2 kepada wartawan di lokasi.
Selain menyoroti keterbukaan, warga juga mempertanyakan laporan pertanggungjawaban pengurus BUMDes sebelumnya yang dianggap tidak transparan, terutama dalam hal pengelolaan keuangan dan legalitas administrasi.
Mereka berharap pengurus baru BUMDes Parikesit dapat bekerja secara jujur, terbuka, dan akuntabel.

Pernyataan Kasun Timbulkan Kebingungan
Warga juga dibuat bingung dengan pernyataan Kepala Dusun (Kasun) Ngampel yang menyebut bahwa anggaran ketahanan pangan tahun 2025 sudah tidak ada serta legalitas BUMDes belum terbit.
Pernyataan tersebut dinilai bertolak belakang dengan agenda rapat yang justru membahas alokasi anggaran ketahanan pangan tahun yang sama.

“Katanya dana cair 2026, tapi SK-nya sudah keluar. Ini kan tidak logis,” ungkap salah satu tokoh masyarakat.
BUMDes Parikesit Ditunjuk Kelola Program Ketahanan Pangan
Dalam Musdesus itu, akhirnya disepakati bahwa BUMDes “Parikesit” menjadi pengelola utama program ketahanan pangan tahun anggaran 2025.
Adapun struktur kepengurusan terdiri dari Gusmarinda (Direktur BUMDes), Filzen Adina Cendana (Sekretaris BUMDes), dan Febry Putri Nur (Bendahara BUMDes).

Sekretaris BUMDes Parikesit, Filzen Adina Cendana, S.E., menyebut keputusan tersebut sudah sesuai Permendesa Nomor 3 Tahun 2025 tentang pengelolaan program ketahanan pangan oleh BUMDes.
“Alhamdulillah, malam ini sudah ada kesepakatan bersama. Sesuai ketentuan, 20 persen Dana Desa tahun 2025 akan dialokasikan untuk program ketahanan pangan dan dikelola langsung oleh BUMDes Parikesit,” ujar Filzen.
Rincian Program dan Anggaran
BUMDes Parikesit akan mengelola tiga unit usaha utama, yaitu:
Penggemukan sapi senilai Rp116 juta
Peternakan bebek sebesar Rp77,25 juta
Usaha kambing senilai Rp68,2 juta
Total dana yang akan dikelola mencapai Rp280 juta, termasuk kerja sama dengan satu mitra swasta.

Janji Profesional dan Transparan
Filzen menegaskan, pengurus BUMDes Parikesit berkomitmen untuk menjalankan pengelolaan dana secara transparan, profesional, dan akuntabel.
Tahun pertama, BUMDes menargetkan 40 persen laba usaha disetorkan sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD).
Untuk menjamin akuntabilitas, pihaknya juga berencana menggandeng konsultan akuntansi serta tenaga ahli dokter hewan dalam pengelolaan unit peternakan.
“Kami tidak ingin program ini seperti sebelumnya, yang cepat berhenti dan tanpa pertanggungjawaban. Kami pastikan program ini berjalan transparan dan berkontribusi bagi PAD,” tegas Filzen.
Selain sektor peternakan, BUMDes Parikesit juga berencana mengembangkan wisata edukasi peternakan bagi pelajar sekitar desa.
“Desa kita punya empat sekolah. Kami ingin mengembangkan wisata edukasi dengan sistem kunjungan belajar atau Outdoor Learning (ODL),” tambahnya.
Program tersebut diharapkan mampu memperkuat ekonomi lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap Dana Desa yang semakin terbatas.
“Ke depan, kami ingin BUMDes menjadi sumber PAD berkelanjutan agar desa tidak bergantung sepenuhnya pada anggaran pemerintah,” pungkas Filzen.(Tim/JWI)