SIDOARJO | JWI – Persoalan akses jalan antara Perumahan Mutiara Regency dan Mutiara City di Desa Banjarbendo, Kecamatan Sidoarjo, kembali menghangat. Setelah sempat memicu keresahan di masyarakat, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akhirnya memfasilitasi pertemuan mediasi antara pihak pengembang, perwakilan warga, serta sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD), yang digelar di Rumah Dinas Wakil Bupati Sidoarjo, Senin (13/10/2025).
Pertemuan yang dipimpin langsung Wakil Bupati Sidoarjo, Mimik Idayana, dihadiri oleh jajaran Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumber Daya Air (PUBMSDA), Dinas Pertanahan,Dinas Perhubungan Provinsi dan Kabupaten, Pemerintah Desa Banjarbendo, kedua pihak pengembang, serta tokoh masyarakat dan warga Mutiara Regency.

Tujuan utama dialog tersebut ialah mencari solusi terbaik terkait rencana pembongkaran tembok pemisah antara dua kawasan perumahan yang akan dijadikan akses jalan penghubung. Namun hingga rapat berakhir, belum tercapai kesepakatan bersama.
Warga Tegas Tolak Pembukaan Akses Tembok
Ketua RT 16 Perumahan Mutiara Regency, Sutrisno, menyampaikan penolakan tegas terhadap rencana pembongkaran tembok yang selama ini menjadi batas antara Mutiara Regency, Mutiara City, dan Mutiara Harum.

Menurutnya, warga membeli rumah di Mutiara Regency dengan sistem one gate system atau satu pintu keluar-masuk, yang menjadi jaminan keamanan lingkungan.
“Kami membeli rumah dengan konsep satu gerbang. Jika akses tembus dibuka, maka komitmen awal itu dilanggar dan keamanan lingkungan kami akan terganggu,” tegas Sutrisno.
Selain faktor keamanan, warga juga menyoroti keberadaan Tanah Kas Desa (TKD) milik Pemerintah Desa Banjarbendo yang berada di antara dua perumahan tersebut. Mereka menilai TKD itu tidak bisa dijadikan akses jalan umum tanpa adanya kejelasan status dan izin resmi.
Status Lahan dan Kewenangan Jadi Sorotan
Permasalahan semakin kompleks setelah muncul perbedaan persepsi mengenai status lahan yang akan dibuka. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2022, disebutkan bahwa jalan lingkungan termasuk dalam kewenangan Kepala Desa dan Bupati, bukan pemerintah provinsi maupun pusat.

Hal ini menjadi perhatian Rahmat Muhajirin, Ketua Dewan Penasehat DPC Partai Gerindra Kabupaten Sidoarjo sekaligus tim ahli Wabup Hj. Mimik Idayana, yang turut hadir dalam forum mediasi tersebut.
“Kalau statusnya jalan lingkungan, kewenangannya cukup di tingkat desa dan kabupaten. Pertanyaannya, kenapa justru ada campur tangan dari pihak provinsi atau pusat?” ujarnya menyoroti.
Wabup Mimik Idayana Tekankan Transparansi dan Netralitas
Menanggapi berbagai pandangan yang muncul, Wakil Bupati Sidoarjo, Hj.Mimik Idayana menegaskan bahwa pertemuan ini merupakan langkah awal untuk membuka ruang komunikasi dan klarifikasi antar pihak. Ia mengakui belum ada kesepakatan final karena sejumlah data belum lengkap dan beberapa pihak terkait belum hadir.

“Pertemuan ini belum menghasilkan keputusan apa pun. Kita masih membutuhkan data yang lebih terbuka serta keterangan lapangan agar keputusan nanti benar-benar adil dan transparan,” ujar Mimik Idayana.
Wabup Mimik Idayana juga menekankan pentingnya kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian polemik ini. Pemerintah Kabupaten Sidoarjo, lanjutnya, akan bersikap netral dan mengedepankan solusi bersama, tanpa memihak pihak mana pun.
“Jangan ada yang menutupi data atau informasi. Semua harus terbuka agar tidak timbul kecurigaan di masyarakat,” tambahnya.
Pertemuan Lanjutan Pekan Depan
Sebagai langkah lanjutan, Wabup Mimik berencana menggelar pertemuan susulan pada pekan depan. Pertemuan tersebut akan melibatkan OPD terkait, perangkat desa, pengembang, perwakilan warga, hingga Ketua DPRD Sidoarjo untuk membantu memediasi dan mencari jalan tengah.

“Harapan kami, semua pihak datang membawa data valid dan lengkap. Pemerintah daerah ingin mencari solusi terbaik agar permasalahan ini tidak terus berlarut,” pungkas Hj.Mimik Idayana.
Kesimpulan
Polemik antara dua pengembang perumahan Mutiara Regency dan Mutiara City, menyoroti pentingnya transparansi, kejelasan status lahan, serta perlindungan hak-hak warga dalam tata ruang perumahan. Hingga kini, warga Mutiara Regency tetap bersikukuh menolak pembongkaran tembok, sementara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo terus berupaya mencari solusi damai melalui jalur dialog dan musyawarah. (*)