SIDOARJO | JWI – Polemik antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo dan warga Perumahan Mutiara Regency memanas. Pemkab bersikukuh akan menjebol tembok pembatas jalan integrasi antara Perumahan Mutiara City dan Mutiara Regency dengan alasan kawasan tersebut sudah menjadi aset daerah setelah penyerahan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) dari pengembang.
Namun, rencana pembongkaran yang diklaim sebagai upaya membuka akses jalan itu justru menuai penolakan keras dari warga Mutiara Regency. Mereka menilai langkah Pemkab Sidoarjo tergesa-gesa dan tidak disertai kajian hukum yang matang.
Pemerintah daerah sebelumnya memberi tenggat waktu selama satu minggu, terhitung sejak Selasa (4/11/2025) hingga 10 November 2025, bagi warga untuk menyampaikan sikap resmi dan kajian hukum terkait rencana penjebolan tersebut.
Pada Rabu (5/11/2025), warga secara tegas menyatakan menolak pembongkaran. Ketua RW setempat, Hartono, mengatakan pihaknya akan segera menggelar rapat internal untuk menentukan langkah hukum yang akan ditempuh.
“Kami diberikan waktu seminggu oleh pemerintah daerah untuk menyampaikan kajian hukum. Malam ini warga akan kami ajak rapat untuk menentukan sikap ke depan,” ujar Hartono.
Tim Hukum Siapkan Kajian dan Langkah Hukum
Kuasa hukum warga Mutiara Regency, Urip Prayitno, SH., MH.,S.Kom, menegaskan pihaknya tengah menyiapkan legal opinion atau kajian hukum sebagai bahan pertimbangan bagi Pemkab Sidoarjo sebelum mengambil keputusan akhir.

“Kami akan melibatkan dua akademisi dari kampus di Surabaya untuk menyusun kajian hukum. Dokumen ini akan kami serahkan dalam waktu satu minggu sesuai permintaan Pemkab,” jelas Urip.
Menurutnya, kajian tersebut akan menelaah dasar hukum integrasi PSU, legalitas izin pembangunan Mutiara City, hingga potensi pelanggaran pidana apabila penjebolan dilakukan tanpa dasar hukum yang sah.
Urip menyebut akar persoalan bermula dari surat Kepala Desa dan pihak pengembang kepada Dirjen terkait integrasi kawasan, tanpa dilampiri dokumen perizinan lengkap seperti SKRK, Andalalin, dan rencana teknis pembangunan.
“Dirjen hanya menindaklanjuti surat tersebut tanpa data pendukung yang lengkap. Padahal dalam SKRK terakhir tahun 2024 tidak ada ketentuan bahwa Mutiara City terhubung langsung dengan Mutiara Regency,” tegasnya.
Ada Dugaan Pelanggaran dan Potensi Pidana
Urip menilai, langkah Pemkab Sidoarjo yang tetap memaksakan pembongkaran dapat berpotensi melanggar UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta UU tentang Jalan.

“Jalan yang akan dijebol itu berdiri di atas tanah kas desa (TKD) yang seharusnya berstatus jalan desa, bukan jalan kabupaten. Kewenangan pengelolaannya ada pada pemerintah desa,” ungkapnya.
Ia menambahkan, sebelum ada penetapan resmi status jalan oleh pemerintah daerah, pembukaan akses jalan tersebut bisa dianggap melanggar kewenangan administratif. Selain itu, kajian Amdal Lalu Lintas (Andalalin) tahun 2019 juga belum pernah direview ulang.
“Seharusnya Bupati mendorong review Andalalin 2019 terlebih dahulu. Jangan langsung menjebol tembok tanpa memperhatikan dampak lalu lintas yang baru,” tambahnya.
Warga Akan Laporkan ke DPRD, Ombudsman, dan Penegak Hukum
Pihak warga menilai tindakan Bupati Sidoarjo dan sejumlah pejabat terkait berpotensi melampaui kewenangan administratif. Karena itu, selain menyiapkan kajian hukum, tim warga juga berencana melapor ke DPRD Sidoarjo, Ombudsman RI, bahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Mendagri).
“Kami akan laporkan semua potensi pelanggaran, baik pidana maupun administratif. Pemerintah daerah tidak boleh bertindak tanpa dasar hukum yang sah,” tegas Urip.
Ia juga menyoroti dugaan adanya tekanan terhadap Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur agar menerbitkan dokumen Andalalin baru tanpa proses kajian yang semestinya.
“Kalau benar ada tekanan agar Dishub Provinsi menerbitkan Andalalin tanpa kajian, itu bentuk penyalahgunaan wewenang. Kami akan laporkan juga ke aparat penegak hukum,” pungkasnya.
Reporter: Tim JWI
Editor: Redaksi JWI





















