SIDOARJO | JWI – Suhu politik di Kabupaten Sidoarjo kembali memanas. Pernyataan Bupati Subandi yang menyebut ada pihak “menahan hasrat menjadi bupati” (ngempet kepingin dadi bupati) kini berbuntut panjang. Publik menilai ucapan itu mengarah ke Wakil Bupati Mimik Idayana, yang akhirnya buka suara menepis tudingan tersebut.
Dalam keterangannya, Wakil Bupati Sidoarjo Mimik Idayana menegaskan bahwa dirinya sejak awal tidak memiliki ambisi politik untuk menjadi bupati, bahkan ketika ditawari mendampingi Subandi dalam Pilkada pun semula enggan.
“Dari awal saya tidak pernah tertarik menjadi wakil ataupun bupati. Tapi karena seorang Subandi yang katanya orang paling cukup atau selesai dengan kepentingan dirinya sendiri, makanya saya mau mendampingi,” ujar Mimik dengan nada tegas, Jumat (7/11/2025).

Namun, lanjut Mimik, komitmen yang dulu dibangun bersama justru diabaikan setelah mereka resmi dilantik sebagai pasangan Bupati dan Wakil Bupati Sidoarjo.
“Tapi setelah pelantikan, dia (Subandi) tidak komitmen dan sudah melanggar janji politik. Seorang pemimpin kalau sudah tidak komitmen, tunggu saja balasan dari Allah,” ungkapnya dengan nada geram.
Wabup perempuan pertama di Sidoarjo itu juga menegaskan bahwa dirinya tidak memiliki kepentingan pribadi ataupun ambisi untuk merebut jabatan bupati. Ia mengaku hanya ingin menjalankan amanah rakyat sesuai tugas dan kewenangannya.
“Saya tidak punya ambisi jadi bupati. Tapi kalau pemimpin tidak amanah dan merugikan masyarakat, akan saya lawan apa pun risikonya. Saya hanya ingin menjalankan tugas saya sebagai wakil rakyat,” tandasnya.
Pernyataan keras Mimik ini mempertegas adanya keretakan komunikasi politik di tubuh pemerintahan Kabupaten Sidoarjo. Sebelumnya, ucapan Subandi soal “ngempet jadi bupati” sempat menimbulkan tafsir luas dan dinilai tidak elok disampaikan di hadapan publik.
Meski begitu, Mimik tetap mengimbau agar polemik personal tidak mengganggu jalannya pemerintahan. Ia berharap roda pemerintahan tetap fokus pada kepentingan masyarakat, bukan pada urusan politik sesaat.
“Kita ini pemimpin rakyat, bukan pemimpin kelompok. Jangan karena urusan pribadi, pelayanan publik jadi korban,” pungkasnya.
Ketum JCW: Bupati Harusnya Menjadi Teladan, Bukan Pemecah
Menanggapi polemik tersebut, Ketua Umum Jatim Corruption Watch (JCW), Sigit Imam Basuki,S.T, turut mengkritisi pernyataan Bupati Subandi yang dinilai tidak pantas diucapkan oleh seorang kepala daerah.
“Seorang kepala daerah sangat tidak etis mengatakan ‘ngempet kepingin dadi bupati’, apalagi tanpa ada komentar apapun dari wakilnya. Indikasi arah bicaranya jelas, dan itu memicu perpecahan. Bupati itu seharusnya dihormati, tapi kalau asal bunyi seperti ini, wajar publik mempertanyakan integritasnya,” ujar Sigit.
Sigit juga menyoroti video klarifikasi yang dirilis pihak Bupati. Ia menilai, tayangan tersebut justru menimbulkan tanda tanya karena tidak menampilkan konteks peristiwa yang sebenarnya.
“Video klarifikasi yang dibuat terlihat tidak sesuai fakta, karena tidak menampilkan rekaman atau foto saat ngopi malam itu, lengkap dengan tanggal, jam, dan lokasi. Tapi justru ditampilkan video bersama petinggi TNI AL. Pertanyaannya, siapa yang sebenarnya hoaks?” sindirnya.
Lebih jauh, Sigit menilai masyarakat kini bisa menilai sendiri kinerja antara Bupati dan Wakil Bupati. Menurutnya, Mimik Idayana lebih banyak menunjukkan kerja nyata di lapangan dengan menyalurkan bantuan dan merealisasikan program strategis dari pusat.
“Kinerja Wakil Bupati itu nyata. Turun langsung ke masyarakat, bahkan menggunakan dana pribadi membantu warga tidak mampu. Beliau juga berhasil menarik anggaran pusat, seperti proyek pengecoran Jalan Lingkar Timur senilai puluhan miliar, program RTLH 800 unit, dan pengadaan alat pertanian modern,” ungkap Sigit.
Sementara itu, Sigit menilai Bupati Subandi lebih banyak menyalurkan bantuan yang bersumber dari Baznas, yaitu hasil potongan gaji ASN dan PPPK.
“Bandingkan saja. Yang satu berjuang mengunduh anggaran pusat, yang satu hanya menyalurkan hasil potongan gaji ASN. Masyarakat sekarang sudah cerdas menilai,” tutupnya.
Editor: Java Watch Indonesia
Penulis: Redaksi JWI





















