MERANGIN | JWI – Bangunan megah yang semestinya menjadi pusat keunggulan pendidikan vokasi di bidang permesinan dan konstruksi, SMK swasta berstatus Center of Excellence (CoE) di Kecamatan Nalo Tantan, Kabupaten Merangin, Jambi, kini justru terbengkalai. Proyek yang dibangun menggunakan dana hibah kementerian pada 2015 tersebut dinilai hanya memenuhi aspek input dan proses, namun gagal menghasilkan output dan outcome pendidikan yang berkelanjutan. Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar serta dugaan adanya kejanggalan dalam perencanaan dan pelaksanaannya, Senin (15/12/2025).
SMK CoE tersebut berdiri di atas lahan milik Pondok Pesantren Darul Mualla. Namun, alih-alih berkembang menjadi pusat pendidikan vokasi unggulan, aktivitas belajar mengajar di sekolah itu hanya berlangsung beberapa tahun sebelum akhirnya terhenti total.

Pimpinan Pondok Pesantren Darul Mualla, Buya Khudri, menjelaskan bahwa lahan pembangunan SMK merupakan aset Yayasan Darul Mualla yang telah dihibahkan untuk kepentingan pendidikan.
“Sekolah memang sempat berjalan, tetapi tidak optimal karena minat calon siswa sangat minim, hanya sekitar lima sampai enam orang,” ujarnya saat ditemui, Selasa (10/12/2025).
Saat ini, lanjut Buya Khudri, bangunan SMK yang tidak lagi digunakan tersebut dipinjamkan untuk menunjang kegiatan belajar mengajar Madrasah Aliyah (MA) di lingkungan pesantren.
Fakta lain yang terungkap, sejumlah guru yang tercatat terlibat dalam proses pembangunan SMK mengaku perannya hanya sebatas administratif.
“Kami hanya diminta menyiapkan dokumen dan surat-menyurat. Tidak pernah dilibatkan dalam pengelolaan dana hibah maupun pengambilan keputusan strategis,” ujar seorang guru yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Minimnya jumlah peserta didik itu memicu spekulasi di tengah masyarakat terkait proses pengajuan proposal pendirian SMK CoE.
“Dengan jumlah siswa yang hanya lima atau enam orang, bagaimana mungkin proposal pembangunan sekolah skala Center of Excellence bisa disetujui?” ungkap seorang sumber yang enggan disebutkan namanya.

Sorotan juga datang dari kalangan lembaga swadaya masyarakat. Rama Sanjaya dari LSM Sapu Rata menegaskan bahwa pendirian sekolah baru, terlebih dengan label Center of Excellence, seharusnya didukung oleh data yang kuat dan terukur.
“Proposal wajib dilengkapi data demografi wilayah, hasil survei kebutuhan pendidikan, proyeksi jumlah peserta didik, hingga bukti minat masyarakat. Itu syarat mendasar agar dana hibah tepat sasaran,” tegasnya.
Kesenjangan antara persyaratan ideal pengajuan proposal dengan realitas minimnya jumlah siswa di SMK CoE Merangin dinilai semakin menguatkan dugaan adanya kejanggalan dalam perencanaan maupun pelaksanaan proyek. Bangunan megah tanpa keberlanjutan program pendidikan ini menjadi catatan kritis dalam pengelolaan dana hibah sektor pendidikan di Kabupaten Merangin.
(Afadal)






















