SIDOARJO | JWI – Wakil Bupati Sidoarjo, Hj. Mimik Idayana, kembali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke proyek pembangunan SMP Negeri 2 Prambon, Senin (15/12/2025). Sidak yang didampingi Kepala Dinas Pendidikan, Kabid Sarana dan Prasarana, Camat Prambon, Kepala Sekolah, serta pihak pelaksana proyek tersebut merupakan sidak kedua, sekaligus menjadi peringatan keras bagi kontraktor agar segera menyelesaikan pekerjaan sesuai target waktu dan standar kualitas.
Wabup menegaskan, sanksi berat akan dijatuhkan apabila pekerjaan tidak rampung tepat waktu atau kualitasnya tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang dipersyaratkan.

Dalam peninjauan langsung di lapangan, Wabup mengaku belum sepenuhnya yakin proyek tersebut dapat selesai sesuai jadwal, meskipun secara administrasi dinyatakan aman oleh tim pengawas.
“Kalau melihat kondisi di lapangan, saya pribadi belum sepenuhnya yakin pekerjaan ini bisa selesai tepat waktu. Memang dari tim pengawas dinyatakan sudah clear, tetapi kondisi riil di lapangan berbicara lain,” tegasnya.
Progres Baru 80 Persen, Drainase Jadi Sorotan

Dari sisi kualitas, Wabup menilai progres pekerjaan baru mencapai sekitar 80 persen. Salah satu catatan krusial adalah saluran pembuangan air yang dinilai terlalu kecil dan berpotensi menimbulkan genangan, terutama saat hujan deras.
“Kalau hujan ringan mungkin masih aman, tetapi kalau hujan deras, kita perlu melihat langsung dampaknya. Ini tidak boleh diabaikan,” ujarnya.
Meski berharap pekerjaan dapat segera diselesaikan agar tidak sampai terkena denda, Wabup menegaskan bahwa kualitas bangunan tidak boleh dikorbankan demi mengejar waktu.

“Kalaupun ada denda, Alhamdulillah itu bisa dimanfaatkan untuk operasional SMP Negeri 2. Tetapi yang terpenting, kualitas jangan sampai dikorbankan,” tambahnya.
Kualitas Dinilai Bermasalah Sejak Tahap Awal
Wabup juga menyoroti bahwa persoalan kualitas bukan kali ini saja terjadi. Menurutnya, sejak pembangunan tahap pertama hingga tahap ketiga, mutu pekerjaan dinilai tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Ia bahkan menyebut bangunan tahap awal yang usianya belum genap dua tahun sudah mengalami sejumlah kerusakan, seperti retak, cat terkelupas, hingga indikasi penurunan struktur.

“Dari tahap pertama sampai tahap ketiga, kualitasnya sama saja dan jauh dari harapan. Ini sangat merugikan, apalagi bangunan ini diperuntukkan bagi anak-anak dan kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Karena itu, Wabup memastikan akan melakukan pengawasan langsung hingga tahap akhir pengerjaan, sembari menegaskan bahwa proyek yang bersumber dari APBD harus dikerjakan secara profesional, transparan, dan sesuai spesifikasi.
Akses Jalan Disorot, Camat Dorong Pelebaran

Sementara itu, Camat Prambon, Fery Prasetyo, turut menyoroti persoalan akses jalan di depan lokasi pembangunan sekolah. Ia berharap komitmen pelebaran jalan masing-masing satu meter di sisi kanan dan kiri segera direalisasikan.
Menurutnya, aspek keselamatan pengguna jalan, khususnya pelajar, tidak boleh diabaikan.
“Kami akan terus melakukan pemantauan dan meminta seluruh pihak bertanggung jawab penuh sampai pekerjaan benar-benar sesuai spesifikasi,” ujarnya.
Kades Kajartrengguli: Kesepakatan Dilanggar, Warga Resah

Dari pihak desa, Kepala Desa Kajartrengguli, Heri Handoko, A.Md, menyampaikan keberatan keras atas pelaksanaan pembangunan yang dinilai tidak sesuai dengan kesepakatan awal antara kontraktor dan pemerintah desa.
Ia menegaskan bahwa sejak pembangunan tahap pertama, telah ada perjanjian tertulis yang disepakati dalam pertemuan di Balai Desa dan disaksikan pihak terkait.
“Perjanjiannya jelas, hitam di atas putih. Tapi dalam pelaksanaannya justru dilewati dan tidak dijalankan sesuai kesepakatan,” ungkapnya.
Menurut Heri, pembangunan tetap berjalan meskipun spesifikasi teknis dilanggar, sehingga memicu keluhan warga dan bahkan sempat memunculkan rencana aksi protes.
“Jalan ini adalah akses utama warga dan anak-anak sekolah. Harapan kami sederhana, ditambah paving agar aktivitas masyarakat dan siswa aman dan lancar,” tegasnya.

Ia juga menyoroti kondisi jembatan yang tidak rata dengan sisi jalan lainnya, yang dinilai membahayakan pengguna jalan. Minimnya koordinasi dengan pemerintah desa juga menyebabkan tanah milik desa terdampak proyek.
“Tidak ada saluran, tidak ada rundingan dengan desa. Akhirnya tanah desa ikut termakan pembangunan,” jelasnya.
Heri menegaskan bahwa jalan tersebut merupakan jalan desa (jalan merah), sehingga setiap pembangunan wajib melalui izin dan koordinasi dengan pemerintah desa.
Desa Tegaskan Sikap: Tidak Menghambat, Tapi Harus Sesuai Spek

Terkait langkah ke depan, Kades Heri menyebut pihak desa telah berulang kali menyampaikan keberatan dan memanggil pengawas proyek. Namun, respons kontraktor dinilai belum menunjukkan itikad baik.
“Kami tidak melarang pembangunan. Silakan membangun, tetapi harus sesuai spek dan kesepakatan. Kalau disepakati lebarnya 12 meter, ya harus 12 meter, jangan dikurangi,” tegasnya.
Ia menambahkan, lemahnya pengawasan berpotensi membuka ruang penyimpangan di lapangan.
“Kalau tidak diawasi, bisa saja yang seharusnya 12 meter menjadi 10 meter. Itu yang kami khawatirkan,” pungkasnya.
Reporter : Sugi | JWI
Editor : Redaksi JWI





















