SIDOARJO | JWI – Budaya tradisi selalu menarik untuk disimak di tengah-tengah peradaban modern. Mempertahankannya, berarti melestarikan warisan leluhur yang mulai tergerus oleh zaman.
Di Sidoarjo, budaya dan tradisi kuno, sudah hampir punah. Sebab, masyarakat kota delta itu sekarang banyak dihuni para pendatang yang tak mengerti tradisi masyarakat asli. Apalagi, kini banyak tumbuh pabrik-pabrik baru. Sementara masyarakat pinggiran kota, masih hidup dalam tradisi pedesaan, tetap ingin menjaga tradisi warisan leluhur mereka.
Di Desa Kepatihan, Kecamatan Tulangan, ini misalnya. Setiap tahun, warga sekitar menggelar acara sedekah bumi menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan. Rabu (26/2/2025).
Persembahan do’a dan selamatan tumpeng dengan mengundang warga sekitar punden Mbah Patih dan Mbah Putri (makam kuno leluhur desa) pada siang harinya, malam harinya digelar pertunjukan wayang kulit Ki Dalang Ki Purnawan Taruna Aji dari Dawar Blandong, Mojokerto. Sebagai penghormatan dan mempertahankan budaya adat jawa yang telah di wariskan secara turun temurun.
Kali ini, kesenian Wayang kulit dari Mojokerto itu menghadirkan lakon ” Wahyu Mahkuto Romo”
Kepala Desa Kepatihan,Rigor Putratama di hadapan wartawan menjelaskan, lakon ini menggambarkan perjalanan spiritual dan perjuangan seorang ksatria dalam mencari wahyu atau petunjuk Illahi yang akan memberinya kekuasaan atau kebijaksanaan.
Dalam pencarian Wahyu Mahkuto Romo, yang diyakini dapat memberikan kepemimpinan sejati dan kemakmuran bagi pemiliknya. Banyak tokoh yang menginginkan wahyu ini, terutama para ksatria dari keluarga Pandawa dan Kurawa,” ulasnya Rigor Putratama.
“Pada akhirnya, setelah melalui berbagai cobaan, ksatria itu berhasil mendapatkan Wahyu Mahkuto Romo karena keikhlasan, kebijaksanaan, dan kesucian hatinya. Ini melambangkan bahwa kepemimpinan sejati tidak didapatkan melalui kekuatan atau tipu daya, tetapi melalui ketulusan dan pengabdian kepada kebenaran,” ringkasnya Kades Kepatihan.
Lanjutnya, Rigor Putratama momen sedekah bumi (ruwah desa) ini merupakan budaya adat istiadat Jawa yang harus di lestarikan, ini termasuk nguri-uri warisan leluhur yang tidak boleh terlewatkan.
“Perayaan sedekah bumi ini adalah salah satu upaya menjalin silaturahmi antar warga,” kata dia.
Rigor menambahkan,” selain silaturahmi, pagelaran ini adalah upaya untuk nguri-uri (Jawa-red) menghidupkan tradisi kuno, yang tidak boleh tergerus oleh zaman,”sambungnya.
Sambil melihat pertunjukan wayang kulit, seorang warga desa setempat, Saiful mengungkapkan bahwa ruwat deso ini, menjadi agenda rutin tahunan.
“Acara sedekah bumi ini, tak pernah terlewatkan, setiap tahun pasti diadakan, ada anggaran nggak ada anggaran harus dilaksanakan. Untuk anggaran tahun ini kita patungan per RT, ada sumbangan dari petani gogol 5 juta, perangkat desa juga ikut berpartisipasi, selebihnya dari korporasi yang ada di wilayah Desa Tulangan,” katanya.
“Tujuannya adalah nguri-uri warisan leluhur, agar desa kita guyub rukun gemah ripah loh jinawi toto tentrem Kertoraharjo,” tutupnya.( * ).