SIDOARJO | JWI — Kekecewaan dan keresahan semakin memuncak di kalangan anggota BRNR MBG Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Mereka merasa dirugikan akibat lambannya pengurusan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang dikoordinasikan oleh Ketua DPC BRNR MBG Sidoarjo, Inisial NDA. Lebih dari sebulan sejak pengurusan dilakukan secara kolektif, namun hingga kini belum ada kejelasan.
Yang lebih mengejutkan, setiap anggota dikenakan biaya Rp 25.000 untuk pengurusan NPWP, padahal pada dasarnya pengurusan tersebut gratis. Selain itu, anggota juga diminta menyetorkan Rp 200.000 untuk mendapatkan Surat Keputusan (SK) Koordinator Kecamatan (Korcam) atau Pimpinan Anak Cabang (PAC), yang seharusnya diberikan tanpa pungutan.Minggu,(9/3/2025).
Selain masalah NPWP, anggota BRNR MBG juga merasa telah dibohongi oleh janji-janji yang disampaikan saat pertama kali bergabung. Mereka dijanjikan akan mengawal program makan bergizi gratis dan menerima upah sesuai Upah Minimum Regional (UMR). Namun, hingga kini, program tersebut tidak pernah direalisasikan.
“Awalnya kami dijanjikan akan menerima gaji UMR, tapi setelah masuk, justru tidak ada kejelasan sama sekali. Kalau begini, rasanya seperti ditipu,” ujar salah satu anggota BRNR MBG yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Ketika dikonfirmasi, NDA justru mengungkapkan bahwa sistem pembayaran bukan berupa gaji tetap, melainkan profit yang diperoleh dari transaksi di aplikasi internal BRNR MBG bernama KTAD.
“Sistemnya bukan gaji, tapi profit dari transaksi di aplikasi KTAD, seperti pembelian pulsa dan token,” jelas NDA.
Pernyataan ini semakin memperparah kekecewaan anggota, karena sejak awal mereka dijanjikan upah tetap, bukan keuntungan dari transaksi.
Menanggapi keterlambatan pengurusan NPWP, NDA mengklaim bahwa hal itu disebabkan oleh kendala pada sistem Kortex yang masih belum stabil.
Terkait pungutan Rp 25.000 per anggota, NDA menjelaskan bahwa uang tersebut dikumpulkan oleh seseorang bernama SAN, sebelum diserahkan kepadanya. Dari total 70 anggota, terkumpul uang sebesar Rp 1.700.000, yang kemudian diserahkan kepada seseorang bernama Eva untuk mengurus NPWP.
Namun, pernyataan NDA dibantah oleh SAN. Saat dikonfirmasi, SAN tidak membenarkan bahwa dirinya yang meminta bantuan ke BP, Ketua Komisi B DPRD Sidoarjo.
“Saya tidak pernah minta tolong ke BP. Yang benar adalah, saya memang mengumpulkan uang dari anggota dan menyetorkan Rp 1.700.000 ke NDA untuk biaya pengurusan NPWP,” tegas SAN.
Bahkan, SAN sendiri juga membayar Rp 25.000, sama seperti anggota lainnya. Pernyataan ini memperjelas bahwa uang yang dikumpulkan memang sudah masuk ke tangan NDA.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, BP mengaku tidak ingat mengenai persoalan ini, tetapi membenarkan bahwa SAN adalah bagian dari timnya.
Dari keterangan NDA, uang Rp 1.700.000 yang dikumpulkan oleh SAN telah diserahkan kepada Eva untuk mengurus NPWP. Namun, ketika awak media mencoba menghubungi Eva melalui WhatsApp, tidak ada tanggapan sama sekali.
Diamnya Eva semakin memperkeruh situasi. Jika benar ia bertanggung jawab atas pengurusan NPWP, mengapa tidak memberikan klarifikasi? Apakah uang anggota benar-benar digunakan untuk pengurusan, atau ada sesuatu yang disembunyikan?
Kekecewaan anggota BRNR MBG Kecamatan Candi kini mencapai puncaknya. Mereka merasa telah dirugikan secara finansial dan khawatir terhadap keamanan data pribadi yang telah diserahkan, seperti fotokopi KTP, KK, dan dokumen lainnya dalam proses pengurusan.
Sebagai bentuk protes, para anggota kini menuntut agar data pribadi mereka dikembalikan untuk menghindari penyalahgunaan. Pengembalian uang yang telah disetor, baik untuk pengurusan NPWP ( 25.000 ) maupun SK Korcam/PAC ( 200.000 )
“Kami hanya ingin kejelasan. Kalau memang tidak bisa diurus, lebih baik data dan uang kami dikembalikan,” ujar salah satu anggota yang merasa kecewa.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan lebih lanjut dari DPC BRNR MBG Sidoarjo mengenai tuntutan anggota. Sementara itu, Eva masih belum merespons pertanyaan media terkait status pengurusan NPWP.
Kini, para anggota hanya bisa berharap ada langkah konkret dan transparansi dari pengurus BRNR MBG agar masalah ini segera mendapatkan titik terang.
“Salah satunya ketua umum pegiat anti korupsi JCW angkat bicara, “Masyarakat jangan mudah percaya dengan banyaknya tawaran atau iming – iming mengatasnamakan lembaga atau pihak-pihak yang seakan akan dapat Program Makan Bergizi Gratis dari Pemerintah Pusat dengan memanfaatkan meminta sejumlah uang kepada para anggota nya, padahal tidak semudah itu lembaga mendapatkan sertifikasi dari Badan Gizi Nasional (BGN) karena semua persyaratan nya ketat, masyarakat jangan mudah tertipu apalagi dijanjikan Gaji setara UMR setiap bulan, ini sudah tidak masuk akal, apabila ada masyarakat yang sudah merasa tertipu laporkan saja ke Aparat Penegak Hukum, agar tidak banyak korban lagi,” tegas Sigit Imam Basuki.( * ).