SIDOARJO | JWI – Suasana sidang paripurna DPRD Kabupaten Sidoarjo, Selasa (10/6/2025) sore, mendadak memanas. Agenda resmi berupa pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024 justru diwarnai dengan desakan politik yang cukup keras: enam dari tujuh fraksi menuntut Bupati Subandi untuk meminta maaf secara terbuka kepada DPRD.
Desakan itu mencuat dalam forum resmi parlemen yang dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Abdillah Nasih, didampingi dua wakil ketua, Suyarno dan Kayan, SH. Namun, Bupati Subandi tidak hadir dalam sidang yang berlangsung selama dua jam itu, dan hanya diwakili oleh Wakil Bupati Mimik Idayana.
Fraksi-fraksi yang menyuarakan tuntutan permintaan maaf tersebut adalah Gerindra, PKB, PDIP, PAN, Nasdem-Demokrat, dan PKS-PPP. Mereka menilai pernyataan Subandi pada 19 Maret 2025 lalu telah mencederai kehormatan lembaga legislatif dan menimbulkan kegaduhan yang tak semestinya terjadi dalam hubungan antar lembaga.

Pernyataan Subandi yang dipermasalahkan merujuk pada komentarnya mengenai program pokok pikiran (pokir) DPRD. Dalam sebuah forum, ia menyebut, “banyak PR bahwa, pokir itu kadang tidak sesuai dengan visi misi bupati. Kalau tidak sesuai dengan visi-misi bupati tentu banyak persoalan yang kira-kira mengarah korupsi. Ini harus kita lakukan kebijakan-kebijakan apa untuk menyelesaikannya. Karena mohon maaf, bupati dan wakil bupati bekerja untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Kene sing golek duwek, DPR menghambur-hamburkan uang.”
Pernyataan itu dianggap menyesatkan dan menyudutkan DPRD secara institusional. Fraksi Gerindra, dalam pandangan umumnya, menyebut bahwa ucapan tersebut bukan sekadar opini pribadi, tapi pernyataan publik dari seorang kepala daerah yang bisa merusak hubungan kerja antara eksekutif dan legislatif. Hal senada disuarakan fraksi lainnya, yang bahkan menyebut permintaan maaf terbuka harus segera dilakukan Subandi agar krisis kepercayaan antarlembaga tidak semakin melebar.
Sementara itu, hanya Fraksi Golkar yang tidak secara eksplisit menyinggung persoalan ini dalam pandangan umumnya.
Ketegangan ini menandai titik krusial dalam dinamika politik lokal di Sidoarjo, di mana komunikasi dan etika antara lembaga menjadi sorotan utama. Belum ada pernyataan resmi dari pihak Subandi hingga berita ini diturunkan, namun desakan enam fraksi tersebut menunjukkan bahwa isu ini tidak bisa dianggap remeh.
“Sementara itu Ketua Umum Lembaga Pemantau Korupsi Indonesia Java Corruption Watch selaku pengamat dan pemantau Sidoarjo ketika dikonfirmasi pada Rabu,(11/06/2025) mengenai perseteruan rapat Paripurna DPRD Sidoarjo mengatakan, “menurut saya DPRD melalui Fraksi Fraksi terkait ucapan Bupati Sidoarjo setelah dilantik dengan mengatakan bahwa Bupati dan Wakil Bupati meningkatkan PAD, kene sing golek duwik Dewan sing menghambur hamburkan uang, termasuk pokir Dewan, sangat wajar ketika DPRD marah untuk menjaga marwah Lembaga, tidak elok Bupati berbicara seperti dan harus bisa membuktikan, kalau tidak maka dikategorikan mencemarkan nama baik dan unsur fitnah bisa masuk pidana, kalau tidak ada permintaan maaf dari Bupati secara terbuka, saya yakin Pembangunan Sidoarjo akan terhambat tidak akan sesuai dengan target, bisa ada peningkatan Silpa yang lebih besar dari tahun kemarin karena banyak anggaran yang tidak terserap karena situasi tidak kondusif, ” ujar Sigit Imam Basuki.(**).