MERANGIN | JWI – Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWO Indonesia) Kabupaten Merangin, Jambi, mendesak pihak kepolisian untuk segera menutup aktivitas tambang emas ilegal yang beroperasi di Desa Tambang Mas, Kecamatan Pamenang Selatan.
Ketua DPD IWO Indonesia Merangin, Siepronhadi, menyatakan bahwa pihaknya menerima laporan dari warga terkait aktivitas penambangan tanpa izin yang masih berlangsung di wilayah tersebut. Dari pantauan masyarakat, terdapat sedikitnya tiga unit mesin dompeng dan satu alat berat jenis ekskavator yang digunakan dalam operasi tambang tersebut.
“Kami meminta Polres Merangin bersama jajaran Ditreskrimsus Polda Jambi, khususnya Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter), untuk segera turun tangan dan menindak tegas para pelaku,” ujar Siepronhadi. Rabu, (06/08/2025).
Menurutnya, aktivitas tambang ilegal tersebut tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga berpotensi merusak lingkungan serta mengancam keselamatan warga sekitar. IWO Indonesia Merangin menyatakan akan menyampaikan laporan resmi kepada Kapolda Jambi melalui Polres Merangin. Apabila tidak ada tindakan tegas, pihaknya akan melanjutkan laporan ke tingkat yang lebih tinggi, yakni Kapolri dan Bareskrim Polri.
“Jika Polres Merangin tidak segera bertindak, kami tidak akan ragu untuk melaporkan kasus ini langsung ke Kapolri dan Bareskrim,” tegasnya.
Siepronhadi menambahkan, aktivitas tambang ilegal tersebut jelas melanggar sejumlah regulasi hukum nasional, di antaranya;
- Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin resmi (IUP/IUPK) diancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.
- Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)
Pelaku perusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal dapat dijerat Pasal 98 dengan ancaman pidana 3–10 tahun dan denda antara Rp 3 miliar–Rp10 miliar.
- Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Siapa pun yang turut serta, memberi perintah, atau memfasilitasi kegiatan ilegal, termasuk cukong, koordinator lapangan, hingga oknum aparat, dapat dihukum setara sebagai pelaku utama.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif, tapi bentuk nyata perusakan negara dan lingkungan hidup yang tidak bisa dibiarkan,” pungkas Siepronhadi.
(Tim JWI Merangin)