SIDOARJO | JWI – Polemik mutasi 61 pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemkab Sidoarjo yang dilakukan Bupati Subandi pada 17 September 2025 terus bergulir. Wakil Bupati Hj Mimik Idayana menolak hadir dalam pelantikan tersebut dan justru melayangkan surat permohonan investigasi kepada Bupati Subandi.
Mimik menilai mutasi tersebut sarat kejanggalan, salah satunya terkait pengambilan paksa aplikasi I-Mut, sistem mutasi ASN di BKD, oleh ajudan/spri Bupati. “Saya mengirim surat permohonan investigasi tanggal 16 September setelah mendapat laporan Kepala BKD dan dua stafnya. Pengambilan aplikasi dan password secara paksa itu sama saja membobol rahasia kepegawaian, dan jelas melanggar hukum,” tegas Mimik.

Ia khawatir, jika aplikasi tersebut dioperasikan pihak non-berwenang, akan muncul praktik jual beli jabatan. “Saya berharap bupati menugaskan Inspektorat untuk investigasi, tetapi surat saya diabaikan. Justru 61 pejabat dilantik tanpa sepengetahuan saya,” tambahnya.
Menurutnya, mutasi itu cacat prosedur. Sebagai pengarah Tim Penilai Kinerja (TPK) PNS, Mimik tidak pernah menerima laporan penilaian yang seharusnya menggabungkan nilai SKP dan perilaku kerja sesuai ketentuan.

Pengamat dan DPR RI Ikut Bicara
Pengamat pemerintahan sekaligus anggota DPR RI Komisi II periode 2019–2024, Rahmat Muhajirin SH, MH, menyayangkan kegaduhan ini. Ia menilai langkah Wabup Mimik beralasan. “Saya paham betul urusan mutasi pejabat. Kalau prosedur dilanggar, wajar jika Wabup menolak. Tinggal bagaimana Bupati menjawab surat permintaan investigasi agar mutasi berjalan sesuai sistem meritokrasi, bukan sekadar formalitas,” ujarnya.Kamis,(18/9/2025).

JCW: Ada Dugaan Penyalahgunaan Kewenangan
Ketua JCW, Sigit Imam Basuki, juga menyoroti masalah ini. Ia menegaskan, Wabup awalnya menyetujui pengisian jabatan kosong sekitar 36 orang, namun realisasi membengkak menjadi 61 orang tanpa koordinasi. “Itu sudah menyalahi mekanisme. Penilaian kinerja PNS harus sesuai PP RI Nomor 30 Tahun 2019, tetapi aturan ini justru diabaikan,” terang Sigit.
Lebih jauh, Sigit menyebut Wabup sama sekali tidak menerima progres TPK hingga hari pelantikan. “Beliau merasa diabaikan. Ketidakhadirannya bukan tanpa alasan, melainkan karena mutasi dilakukan tanpa prosedur yang benar,” tambahnya.
Sigit bahkan sempat meminta klarifikasi ke BKN Jatim. Dari jawaban Kepala BKN Jatim, Basuki Ari, BKN hanya menilai administrasi mutasi sudah terpenuhi, sementara masalah internal Pemkab Sidoarjo sepenuhnya di luar kewenangan BKN.
“Yang jadi masalah bukan sekadar administrasi, tapi proses mutasi yang tidak sesuai UU. Kami mendesak aparat penegak hukum (APH) mengusut dugaan pembegalan aplikasi I-Mut oleh spri bupati,” tegas Sigit.(*)