SIDOARJO | JWI – Ketua Dewan Penasihat DPC Partai Gerindra Sidoarjo H Rahmat Muhajirin SH, MH mengatakan bahwa dengan dilantik ulang 7 pejabat Pemkab Sidoarjo menandakan mutasi tersebut oleh Bupati Sidoarjo Subandi cacat prosedur.
Karena pelantikan sebelumnya belum mendapat pertimbangan teknis (Pertek) dari BKN Regional Jatim. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wakil Bupati Mimik Idayana bahwa proses mutasi tersebut mengandung cacat prosedur dan cacat hukum.
“BKN sendiri membenarkan adanya kesalahan, sehingga pelantikan itu diulang. Sesuai regulasi, mutasi dan promosi jabatan di daerah wajib mengacu pada beberapa ketentuan, di antaranya: Permendagri Nomor 2 Tahun 2025 yang menegaskan bahwa setiap rekrutmen, promosi, mutasi, dan pemberhentian ASN harus memenuhi tahapan administrasi dan substantif, ” ujar Rahmat Muhajirin yang anggota Komisi II DPR RI 2019-2024.Senin,(29/9/2025).
Selanjutnya lanjut Rahmat ada Indeks Pencegahan Korupsi (IPKD) dan MCP KPK yang juga harus dipedomani.
Proses mutasi harus dilakukan secara terbuka dan diketahui masyarakat. Faktanya, mutasi kemarin justru terkesan tertutup dan dirahasiakan dam baru diketahui masyarakat setelah muncul kegaduhan. “Diperoleh alasan dari pihak Pemkab dan BKN Jatim tertutup guna menjaga kerahasiaan, ini bertentangan MCP KPK yang harus. Dipedomani,” terangnya.
Menurut Rahmat Muhajirin pihak yang bikin gaduh soal mutasi 61 pejabat Pemkab Sidoarjo dan 7 pejabat dilantik ulang adalah Bupati Subandi sendiri. “Peraturan Kepala BKN Nomor 05 Tahun 2019 yang mengatur tata cara mutasi PNS secara rinci sudah tertulis jelas, namun pelaksanaan di Sidoarjo tidak sesuai aturan ini serta PNS yang dirugikan kemudian mengadu ke Wabup Mimik, itulah akhirnya muncul kegaduhan,” tegasnya.
Rahmat Muhajirin juga menunjukkan bahwa Peraturan BKN Nomor 7 Tahun 2024 yang mengatur aplikasi i-Mut (Integrated Mutasi) juga sudah tertampang rinci. Dalam peraturan ini disebut Rahmat Muhajirin ada tiga unsur penting: Admin (ditunjuk BKD), Username (Kepala BKD) dan Approval (PPK/Bupati). “Berdasarkan aturan tersebut, seharusnya kewenangan teknis mutasi ada di BKD, bukan langsung diambil alih oleh bupati, ” jelasnya.
Ia juga menilai bahwa mutasi 61 pejabat tidak prosedural karena Wabup Mimik sebagai pengarah TPK (Tim Penilai Kinerja) PNS tidak pernah mendapat berita acara/laporan hasil kerja TPK, termasuk penilaian PNS yang seharusnya menggabungkan nilai SKP dan perilaku kinerja PNS yang ternyata tidak pernah dibahas dalam rapat-rapat TPK, ini merupakan pelanggaran pasal 41 PP 30/2019 tentang penilaian kinerja PNS, tambahnya. Dimana kita ketahui bersama, bahwa TPK ini dibentuk memenuhi ketentuan pasal 47 PP 30 tahun 2019.
Kesimpulannya, mutasi yang dilakukan kemarin memang tidak hanya catat prosedur tetapi juga cacat hukum, karena mengabaikan regulasi dari Kementerian Dalam Negeri, KPK, maupun BKN. “Oleh karena itu, dengan turunnya tim Irjen Kemendagri mengindikasikan adanya cacat prosedur mutasi 61 pejabat, kita berharap Mendagri Tito Karnavian mendapat laporan yang objektif dari anak buahnya dan membatalkan mutasi pejabat Sidoarjo,” pungkas Rahmat Muhajirin, S.H,M.H, kemarin.(Tim)