SIDOARJO | JWI – Polemik soal ambruknya bangunan tiga lantai Ponpes Al Khoziny di Desa Siwalan Panji, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, terus bergulir. Setelah Bupati Sidoarjo Subandi mengeluarkan pernyataan publik terkait tidak adanya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dugaan kualitas konstruksi yang tidak standar, Polda Jawa Timur kini mulai memanggil sejumlah saksi untuk dimintai keterangan.
Hari ini, Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jatim memanggil Shaka Nabil Ichsani, warga Lumajang, guna memberikan klarifikasi terkait peristiwa tragis yang menelan banyak korban jiwa tersebut.
Pemanggilan ini tertuang dalam surat resmi yang diteken Kasubdit I Ditreskrimsus Polda Jatim AKBP Irwan Kurniawan. Surat tersebut merujuk pada Laporan Polisi Nomor LP/A/4/IX/2025/SPKT Unit Reskrim/Polsek Buduran tanggal 29 September 2025 dan Surat Perintah Penyelidikan Nomor SP.Lidik/4579/X/RES.1.2/2025/Ditreskrimsus tertanggal 1 Oktober 2025.
Dalam surat itu disebutkan, penyidik Unit II Subdit Indagsi Ditreskrimsus tengah mendalami dugaan tindak pidana yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang akibat kelalaian dalam pembangunan maupun penggunaan gedung. Penyidik mendasarkan pasal yang disangkakan pada Pasal 359 dan 360 KUHP, serta Pasal 46 dan 47 UU Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung juncto UU Nomor 6 Tahun 2023.
Shaka Nabil dijadwalkan menghadap penyidik AKP Edi Iskandar, SH pada Jumat (3/10/2025) pukul 13.00 WIB di Mapolda Jatim, dengan membawa sejumlah dokumen yang relevan dengan perkara.
Saat dikonfirmasi, AKP Edi Iskandar membenarkan pemanggilan tersebut.
“Shaka Nabil Ichsani kita panggil sebagai saksi,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto menegaskan, proses hukum tragedi Ponpes Al Khoziny menjadi domain kepolisian.
“Saya dapat informasi, tentu saja setiap kejadian apalagi sampai menimbulkan korban jiwa itu otomatis diusut. Ada pihak-pihak yang sudah dimintai keterangan, mulai dari keluarga korban, santri, hingga pihak pesantren,” katanya di Posko SAR Gabungan, Sidoarjo.
Meski demikian, Suharyanto mengingatkan bahwa proses hukum akan berjalan beriringan dengan upaya evakuasi yang hingga kini masih berlangsung.
“Koordinasi dengan aparat penegak hukum tetap dilakukan, namun untuk keterangan lebih lanjut kita tunggu sampai evakuasi selesai. Yang jelas, semua ada konsekuensi hukum karena kita hidup di negara hukum,” tegasnya.
Hingga Jumat (3/10/2025), BNPB Jawa Timur melaporkan sebanyak 108 korban telah berhasil dievakuasi. Namun, diperkirakan masih ada puluhan korban lain yang terjebak di bawah reruntuhan beton bangunan yang ambruk tersebut.(Tim)