SIDOARJO | JWI – Polemik pembukaan akses jalan penghubung antara Perumahan Mutiara City (MC) dan Mutiara Regency (MR) di Desa Banjarbendo, Kecamatan Sidoarjo, kian memanas. Sejumlah warga Mutiara Regency menolak keras rencana tersebut karena dinilai menyalahi kesepakatan awal serta berpotensi menimbulkan gangguan sosial di lingkungan mereka.
Rencana pembukaan akses jalan itu diinisiasi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo sejak Selasa (8/10/2024). Proyek tersebut semestinya menghubungkan tiga kawasan perumahan, Mutiara City, Mutiara Regency, dan Mutiara Harum, hingga ke Jalan Raya Jati Sidoarjo. Namun, prosesnya tertunda akibat penolakan warga yang menilai kebijakan itu tidak transparan dan terkesan dipaksakan.

Padahal, jalan yang kini menjadi polemik merupakan bagian dari Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum (PSU) yang telah diserahkan oleh pengembang Mutiara Regency kepada Pemkab Sidoarjo sejak tahun 2017. Pembukaan akses tersebut juga disebut sebagai tindak lanjut surat Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman melalui Direktur Sistem dan Strategis Kawasan Permukiman, Kreshnarisa Harapan, bernomor PA 0105-PP/230, yang meminta Pemkab Sidoarjo segera mengintegrasikan jaringan jalan antarperumahan di wilayah tersebut.
Kepala Dinas Perumahan, Permukiman, Cipta Karya, dan Tata Ruang (Perkim CKTR) Kabupaten Sidoarjo, Ir. Mochamad Bachruni Aryawan, MM, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Konektivitas Jalan Daerah.

“Inpres ini memerintahkan Bappenas, Kementerian PUPR, serta kepala daerah agar mengambil langkah terintegrasi dalam pembangunan jalan daerah yang mendukung produktivitas kawasan,” ujar Bachruni.
Namun, langkah Pemkab Sidoarjo itu justru menuai kritik tajam dari kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
JCW Soroti Dugaan Manipulasi Regulasi dan Kepentingan Bisnis
Ketua Umum Lembaga Pemantau Korupsi Indonesia Java Corruption Watch (JCW), Sigit Imam Basuki, S.T., menilai penggunaan Inpres Nomor 3 Tahun 2023 sebagai dasar hukum pembukaan jalan antarperumahan merupakan bentuk penyimpangan regulasi.

“Inpres itu tidak mencakup integrasi jalan di kawasan perumahan. Ini akal-akalan Dinas Perkim Sidoarjo untuk menekan warga Mutiara Regency agar membuka pagar pembatas dengan Mutiara City,” tegas Sigit.
Sigit menduga ada konspirasi antara pengembang dan oknum pemerintah daerah untuk memuluskan kepentingan bisnis perluasan kawasan Mutiara City. Ia menyebut pengembang PT Purnama Indo Investama telah mengajukan izin perluasan lahan dari 6 hektare menjadi 10 hektare, serta mengusulkan Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) baru tahun 2025 yang mencakup jalur penghubung melalui Mutiara Regency dan Mutiara Harum hingga Jalan Raya Jati.

“Anehnya, izin Andalalin itu belum tuntas dibahas di Dinas Perhubungan Jatim, tapi pengembang sudah lebih dulu membuka jalan dengan memanfaatkan aset Tanah Kas Desa (TKD) Jati. Ini jelas janggal,” tandasnya.
Dugaan Kejanggalan Penyerahan PSU dan Pemanfaatan Aset Desa
Lebih lanjut, JCW juga menyoroti proses penyerahan dan pengelolaan PSU yang dinilai tidak transparan. Sejak PSU Mutiara Regency diserahkan kepada Pemkab Sidoarjo tahun 2017, pemerintah daerah disebut tidak pernah melakukan pemeliharaan maupun pengelolaan fasilitas umum tersebut.

“PSU sudah diserahkan ke Pemkab, tapi warga yang justru menanggung biaya pemeliharaan. Sekarang tiba-tiba Pemkab aktif membuka jalan baru tanpa sosialisasi memadai. Ini patut ditelusuri siapa yang bermain di balik kebijakan ini,” ujar Sigit.
Menurutnya, setelah PSU Mutiara City diserahkan pada 20 Agustus 2025 dan diterima langsung oleh Sekda Sidoarjo, Dr. Feny Apridawati, pemerintah daerah segera melakukan pembukaan akses jalan meski mendapat penolakan dari warga sekitar.

“Langkah itu menunjukkan adanya koordinasi tidak sehat antara pengembang dan Pemkab,” imbuhnya.
Sigit juga menyoroti terbitnya surat Instruksi Integrasi PSU Perumahan di Kabupaten Sidoarjo dari Kementerian, tertanggal 24 September 2025, yang diduga dikeluarkan tanpa kajian lapangan mendalam.
“Kami menduga surat itu terbit hanya berdasarkan serangkaian surat dari pihak-pihak tertentu yang tanggalnya berdekatan, mulai dari kepala desa hingga RT/RW di Banjarbendo dan Jati. Tidak ada verifikasi lapangan yang layak,” ujarnya.

JCW kini berencana melakukan investigasi lebih lanjut terhadap dugaan penyalahgunaan aset Tanah Kas Desa (TKD) Jati yang dijadikan jalur tembus proyek pengembang Mutiara City.
“Kalau nanti ditemukan pelanggaran prosedur, kami tidak akan segan melaporkannya ke aparat penegak hukum,” tutup Sigit.
Reporter: Tim JWI
Editor: Sugi JWI