SIDOARJO | JWI – Dokumen Masterplan Penataan Kota Kabupaten Sidoarjo yang disusun ITS pada November 2025 membongkar kondisi memprihatinkan sistem drainase yang menjadi akar banjir kronis di Sidoarjo. Laporan ini mengungkap fakta yang selama ini tak pernah disampaikan secara terbuka: saluran tidak terhubung, pendangkalan masif, penyempitan, hingga keberadaan bangunan liary (bangli) di sempadan sungai yang bertahun-tahun dibiarkan.
Masterplan tersebut mencatat banyak saluran drainase yang tidak memiliki keterhubungan dengan afvour, sehingga air menggenang di kawasan permukiman. Bahkan sejumlah saluran memiliki elevasi lebih rendah dibanding pembuang akhir, menyebabkan aliran air secara gravitasi hampir tidak mungkin terjadi.
Temuan ini memperlihatkan adanya kesalahan perencanaan, lemahnya supervisi pekerjaan, serta buruknya kontrol tata ruang.

Selain itu, kapasitas saluran disebut menurun drastis akibat sedimentasi, sampah, dan pendangkalan yang membuat aliran air tidak dapat berfungsi normal. Foto dan ilustrasi dalam dokumen menunjukkan kondisi saluran yang hampir tertutup endapan sebelum dilakukan intervensi.
Salah satu temuan paling krusial adalah keberadaan bangunan liar di sempadan sungai yang diakui sebagai penghambat utama aliran air. Masterplan memasukkan program “Penertiban Bangunan di Sempadan Sungai” sebagai agenda prioritas jangka panjang pemerintah daerah.

Dalam roadmap, pemerintah didorong melakukan normalisasi besar-besaran pada Afvour Buntung, Pucang, Sidokare, Kali Aloo, Bahgepuk hingga Kedung Peluk. Total anggaran untuk program ini mencapai ratusan miliar rupiah, menandakan tingkat kerusakan drainase yang sudah kronis dan menahun.
Masterplan juga menekankan perlunya satu data rawan banjir, satu instruksi, serta integrasi anggaran antar-OPD. Catatan ini memberi sinyal kuat bahwa penanganan banjir selama ini dilakukan parsial, tidak terkoordinasi, dan berjalan tanpa satu komando yang jelas.

JCW: Ini Bukan Bencana Alam, Ini Bencana Tata Kelola
Ketua Umum Java Corruption Watch (JCW), Sigit Imam Basuki, menanggapi keras hasil temuan masterplan tersebut, Sabtu (22/11/2025).
“Masterplan ini bukan sekadar dokumen teknis, tetapi bukti telanjang kegagalan struktural pemerintah daerah selama bertahun-tahun. Saluran terputus, bangunan liar dibiarkan, dan pendangkalan tak ditangani. Banjir bukan bencana alam, tetapi bencana tata kelola,” tegas Sigit.
Ia menambahkan bahwa JCW melihat indikasi kuat lemahnya pengawasan anggaran serta ketidaktegasan pemerintah dalam menegakkan aturan ruang.
“Setiap rupiah anggaran normalisasi akan sia-sia bila bangunan liar tidak ditertibkan dan OPD masih bekerja tanpa koordinasi,” ujarnya.
Temuan Investigatif JCW: Benang Merah Kegagalan
Hasil pembacaan investigatif JCW terhadap masterplan menemukan pola kegagalan yang konsisten:
- Banjir terjadi bukan semata akibat curah hujan, tetapi karena kesalahan desain dan eksekusi lapangan.
- Banyak saluran tidak sesuai standar teknis minimum.
- Tidak ada sinkronisasi antara pembangunan permukiman dan drainase kawasan.
- Kenaikan anggaran tidak diikuti peningkatan kinerja lapangan.
- Data rawan banjir tidak digunakan secara seragam di seluruh OPD.
Masterplan Penataan Kota Sidoarjo dinilai sebagai dokumen paling jujur yang pernah mengungkap buruknya manajemen drainase dan tata ruang di Sidoarjo. Jika rekomendasi di dalamnya kembali diabaikan, JCW memperingatkan banjir akan semakin parah sementara anggaran publik terus terkuras.
JCW Tegaskan Komitmen: Mengawal Sampai Akar Masalah
JCW menyatakan siap mengawal implementasi masterplan ini, termasuk memonitor setiap OPD yang tercantum sebagai penanggung jawab.
“Kami akan mengawal sampai ke akar masalah. Tidak boleh lagi ada permainan anggaran, pembiaran bangunan liar, atau proyek drainase yang hanya kosmetik. Publik berhak melihat perbaikan nyata,” tegas Sigit.
Reporter : Tim JWI
Editor : Redaksi JWI





















